Mendaki Puncak Tertinggi Everest
Kenapa? Baru baca judulnya terus bikin penasaran yaaa? Penasaran
kalo bisa daki gunung? Hahahaaaa tenang ini bukan lagi bahas daki mendaki kok. Yaaaah....
terus ga dibaca sampe selesai dong? :(
Lamanya persahabatan memang bukan jaminan langgeng dan awetnya
hubungan. 7-8 tahun berteman juga ternyata bukan suatu ukuran. Seperti kutipan
artikel di Kompas, Desember lalu, “bahwa makna kelekatan persabahatan antara
sahabat selama 7/8 tahun tidaklah sama. Jadi bisa saja salah satu pihak
melepaskan diri dari kelekatan tersebut tanpa merasakan penghayatan perasaan
yang berarti”. Kalo dipikir-pikir, iya juga yaaaa. Sebelum baca ini, aku cuma mikir,
kok dia ninggalin aku sih? Kok dia sibuk sih, kok gini, kok gitu. Aku berpikiran
bahwa dia satu-satunya orang yang selama ini jadi tempat curhat, aku percaya
sama dia. Tapi apa makna “sahabat” dia selama ini sama? Ternyata tidak. Lalu diikuti
kutipan selanjutnya,
“Kita tidak
perlu bersusah payah mencari jalan agar persahabatan berjalan sepanjang masa. Teman
yang baik bisa saja dengan mudah menjauhkan diri, kehilangan minat untuk terus
menerus berkawan dengan kita atau menemukan orang lain yang dirasakan lebih
mengasyikkan baginya.”
Sedih yaaa. Tapi yaaa, mau ga mau, siap, ga siap, hal itu
pasti terjadi. Selama ini ga pernah
mikir kalo dia (mungkin) akan kehilangan minat. Dia mungkin ingin mencari
suasana baru. Mungkin dia bosan. Aku yang terus begini membuat dia tidak
berkembang? Atau kadang aku malah membuat dia lebih buruk? Kalimat berikutnya “apabila seseorang sudah tidak
berminat pada relasi yang terbina selama ini, hendaknya kita terima dengan
besar hati dan upayakan diri tetap merasa nyaman, apakah kita saat ini berjarak
atau berdampingan dengan sahabat kita tersebut.”
“Dengan
perpisahan, kita harus terima dengan jiwa besar karena setiap orang memiliki
kebebasan untuk memilih teman dekat, memastikan bahwa perasaan positif mereka
terhadap kita bisa saja tiba-tiba hilang. Kita tidak selalu bisa mendapatkan
jenis persahabatan yang setia selamanya semacam itu. Perubahan dan
ketidakpermanenan adalah bagian dari setiap interelasi, kita tidak dapat
menghentikan jalannya waktu, walaupun kita kerahkan sekuat tenaga.”
Kalimat berikutnya yang sekiranya pas dan menjadi
pamungkas adalah, “seyogianya kita hidup dengan sikap berani untuk mengalami “kekecewaan-bangkit-ditolak”
dan merasakan kehilangan””.
-------------------------------------
Inti dari itu semua adalah perubahan. Harusnya kita ingat
bahwa setiap perubahan pasti mengalami turbulensi. Goncangan. Dan perubahan itu
tidak semulus jalan beraspal. Jalan yang kita lalui terkadang memang terjal dan
berliku. Apalagi perubahan yang dibuat cukup drastis. Yaaa dalam proses sebuah
pendewasaan diri, kita sedang dalam perjalanan perubahan yang bermacam-macam. Apakah
ini mudah terlaksana? Tidak.
Tidak ada perubahan yang bisa terjadi secara instan,
semudah membalik telapak tangan. Dalam prosesnya bahkan banyak hal tak terduga.
Diluar prediksi. Kita harus bersiap mengalami hal diluar prediksi. Goncangan turbulensi
yang tak disangka dan diduga. Dan bukanlah semesta memang punya daya magis
untuk membuat semua diluar kendali kita.
Lebih mudahnya mari kita liat apa yang sedang ku alami.
Aku yang sedang berjuang untuk lulus. Mau ga mau akhirnya sampai juga ditahap
ini. Ternyata ditengah proses mengerjakan banyak hal diluar prediksi. Jadwal dengan
dosen yang tidak sama, berbeda pemikiran, dosen tiba-tiba hilang dan sulit
ditemui, komputer hang, teman yang sedang tidak bersahabat, dan puluhan ranjau
dan halangan yang kita belum diketahui. Tetapi kita tidak bisa menyalahkan
keadaan. Kitalah yang harus mencari cara untuk bertahan, melawan tantangan dan
menembus rintangan.
“Bila melakukan perubahan tanpa mau menerima
kesulitan-kesulitan yang akan timbul, besar kemungkinan kita akan mengalami
frustasi. Sebaliknya, kita memang perlu mempunyai keberanian ekstra dan
membayangkan kesulitan yang secara realistis pasti terjadi.”
Pada awal mengajukan judul, tak terpikir sedikit pun akan
menemui kesulitan semacam ini. Tidak sama sekali. Hingga aku harus
terkaget-kaget dan frustasi ditengah jalan bahkan ingin menyerah. Proses perubahan
yang terjadi bisa dianalogikan dengan ekspedisi mendaki gunung tertinggi
seperti puncak Everest, ia akan lebih siap menghadapi semua hal-hal tak terduga.
Mulai dari pakaian, perlengkapan, cuaca, perbedaan pendapat antar anggota tim
ekspedisi, jalan yang berliku dan berbatu.
Mari ibaratkan puncak Everest adalah keberhasilan. “Kita perlu mengenal medan, membaca keadaan,
dan bersiap untuk segala kemungkinan, perlu tau area berbahaya, membaca tanda-tanda
ranjau dan cuaca. Kita harus mampu bertahan dan berjaga dari cuaca yang kerap
berubah, bahkan mungkin badai berlangsung untuk jangka waktu cukup lama.” Yaaa mungkin
saat ini aku sedang mengalami badai yang cukup lebat dan hebat. Aku dituntut untuk
bertahan. Bertahan dari semua kesulitan mengerjakan tugas akhir ini. Ditengah mengerjakan,
yang kita sangka pelangi akan segera muncul, ternyata malah semakin mendung. Lalu
mari kita tanyakan niat baik, godaan dan cobaan. Ditengah-tengah ekspedisi
mendaki, kita perlu menguatkan hati dan bukannya berpikir untuk mundur atau
mati menyerah. “ini adalah respon
sederhana dari sebuah perjuangan. Orang yang bertahan adalah orang yang selalu
memelihara dua atau tiga pandangan yang bertentangan dan berhasil berjalan maju
hingga sampai puncak gunung”.
Jadi mengapa ada orang yang kuat dan berhasil dalam
ekspedisi yang berat? Ia pasti peka terhadap segala situasi yang terjadi
disekelilingnya. Mari kaji ulang rencana dan visi awal kita. Kaji ulang tujuan
dari mengambil jurusan ini, kaji ulang visi dari topik tugas akhir yang diambil.
Adakalanya kita perlu menyemangati diri sendiri dengan sesekali menengok
kebelakang, menghibur diri dengan quick
wins yang sudah dicapai, serta merancang patok-patok kemenangan kecil dan pendek
di depan.
Seperti kata seseorang yag kutemui kemarin, “kamu itu
jangan mikir kejauhan. Hidup itu untuk hari ini. Udah jangan mikir yang
kemarin-kemarin. Kamu harus berubah, sekecil apapun itu setiap hari!
Selamat mendaki gunung kawan, selamat memasang patok-patok
sejarah perjalanan hidup ini :)
*beberapa kalimat dikutip dari Kompas cetak*
Komentar
Posting Komentar